-Mahkamah Agung (MA) mengatakan bahwa eksekusi lahan milik ratusan petani Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan tidak sah.">
HOME
Kamis, 28 Maret 2024
Follow:
Selasa, 12/03/2024 - 20:22 WIB
Jual Motor Hasil Curian ke Polisi, Pria Ini Berakhir di Bui
Selasa, 27/02/2024 - 22:10 WIB
BNNP Riau Sita Ribuan Butir Ekstasi Merek Firaun dan Corona
Kamis, 11/01/2024 - 15:33 WIB
PTUN Pekanbaru Batalkan SK Gubri Syamsuar Terkait PAW 4 Anggota DPRD Bengkalis
 


HUKUM KITA
Selasa, 27/02/2024 - 22:10 WIB
BNNP Riau Sita Ribuan Butir Ekstasi Merek Firaun dan Corona
Kamis, 11/01/2024 - 15:33 WIB
PTUN Pekanbaru Batalkan SK Gubri Syamsuar Terkait PAW 4 Anggota DPRD Bengkalis
Senin, 11/12/2023 - 21:55 WIB
Lagi Nyetir Serangan Jantung, Dokter di Pekanbaru Wafat
Kamis, 23/11/2023 - 23:55 WIB
Bakti Sosial Wakapolri, 2.500 Warga Riau Berobat Gratis
Kamis, 23/11/2023 - 23:35 WIB
Densus 88 Amankan Terduga Teroris di Dumai
Selasa, 21/11/2023 - 22:52 WIB
Dua Maling Spesialis Toko di Pekanbaru Ditangkap Polisi
Minggu, 15/10/2023 - 18:37 WIB
Hakim Minta PAW 4 Anggota DPRD Bengkalis Ditunda, Pengacara: Sudah Tepat
Jumat, 08/09/2023 - 21:20 WIB
Kasus PAW, Ketua DPRD Bengkalis Dilaporkan ke Polda Riau
Selasa, 05/09/2023 - 08:56 WIB
Polisi Musnahkan Tiga Jenis Narkoba di Bengkalis Riau
Rabu, 00//0000 - 19:30 WIB
Kasus Perusakan Lingkungan Rudi Kumala Dituntut Ringan 1 Tahun 4 Bulan Penjara
 
Mahkamah Agung Sebut Eksekusi Ribuan Hektar Kebun Sawit Gondai Tidak Sah

Reporter : Fiqi
Jumat, 19/03/2021 - 12:15:15 WIB
Pekanbaru-Mahkamah Agung (MA) mengatakan bahwa eksekusi lahan milik ratusan petani Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan tidak sah. Usaha ratusan warga  untuk mendapat keadilan ats eksekusi lahan sawit seluas 3.323 hektare lahan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau membuahkan hasil.

Mahkamah Agung menyatakan surat perintah tugas nomor 096/PPLHK/082 tanggal 10 Januari 2020 untuk pengamanan atau eksekusi lahan sawit batal atau tidak sah. 

Putusan Nomor 595 K.TUN/2020 itu sudah disampaikan Mahkamah Agung ke Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru (PTUN). Amar putusan tersebut sudah disampaikan panitera ke penggugat dan tergugat. 

Dalam putusan itu tertulis penggugat adalah PT Peputra Supra Jaya. Perusahaan ini mewakili sejumlah koperasi yang didalamnya ada ratusan warga melawan eksekusi yang dilakukan oleh DLHK (tergugat). 

Panitera PTUN Pekanbaru, Agustin, dikonfirmasi wartawan membenarkan putusan tersebut. Dia menyebut sudah menyampaikan putusan kepada tergugat dan penggugat.

"Yang saya sampaikan adalah amar putusan, selanjutnya para pihak yang mengajukan salinan lengkapnya," kata Agustin, Kamis petang, 18 Maret 2021.

Agustin menyebut penggugat sudah mengajukan surat permohonan eksekusi terhadap putusan tersebut. Selanjutnya kedua belah pihak akan dipanggil kalau hakim sudah mengeluarkan surat eksekusi putusan.

"Nanti hakim membacakan, apakah eksekusi itu sudah dilaksanakan atau belum," kata Agustin.

Dari petikan putusan yang diterima wartawan, Ketua Majelis Hakim di Mahkamah Agung Dr Irfan Fachruddin membatalkan putusan PTUN Tinggi Medan yang menguatkan putusan PTUN Pekanbaru. 

"Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi PT Peputra Supra Jaya," kata Irfan dalam petikan putusan itu.

Petikan amar putusan MA ini juga menyatakan surat dinas untuk eksekusi lahan batal atau tidak sah. Kemudian mewajibkan DLHK mencabut surat tersebut. 

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan lahan seluas 3.323 hektare itu harus diuji keabsahan perizinan dari kedua pihak dan kepemilikan di pengadilan secara perdata. 

Selanjutnya, pengalihan kawasan hutan menjadi non hutan harus mengajukan perizinan baru.



DLHK Riau dengan menebang sawit milik warga dan PT PSJ berlangsung sejak awal tahun lalu. Penebangan itu mendapat perlawanan dari ratusan warta karena menggantungkan hidup dari sawit bekerjasama dengan PT PSJ. 

Tak jarang, perlawanan itu berujung bentrokan antara warga dan polisi yang mengawal jalannya eksekusi. Beberapa warga juga mengalami luka dan ada pula yang ditangkap karena dituduh provokator.

Warga juga membangun tenda-tenda di lokasi sebagai bentuk perlawanan. Namun tetap saja tenda itu roboh setelah aparat dan alat berat milik dinas meratakan sawit dengan tanah.

Penebangan sawit itu sempat berhenti setelah sejumlah anggota DPR ataupun DPRD Riau turun ke lokasi. Penghentian eksekusi hanya beberapa bulan dan berlanjut, bahkan sampai tahun 2021.

Eksekusi lahan awal tahun ini juga tak jarang berujung bentrok. Untuk meredam aksi perlawanan ini, aparat menangkap sejumlah orang yang dinilai sebagai provokator.
 Pengamat hukum Universitas Muhammadiyah Riau, R Desril mengatakan salah satu pihak dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri setempat. Ini bertujuan untuk membuktikan siapa yang berhak sebagai pemilik atas objek yang diperselisihkan tersebut.

 Setelah dieksekusi lahan itu ditanam pohon akasia milik PT NWR (Nusa Wana Raya).

"Gugatan perdata ke pengadilan negeri merupakan wujud dari hukum acara perdata yaitu peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. Dengan kata lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya 
menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil," terangnya.

"Untuk lebih konkrit lagi dapatlah dikatakan, bahwa hukum acara 
perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya atas suatu objek yang diperselisihkan," tambah akademisi sekaligus Wakil Dekan FH UMRI yang sedang menempuh pendidikan Doctor di UNJA itu.

Menurutnya lagi, untuk melakukan tindakan hukum atas suatu objek haruslah melalui proses hukum yang benar. Ketika hak kepemilikan suatu objek yang diperselisihkan atau dipersengketakan belum mendapatkan keputusan yang sah secara keperdataan, maka atas objek yang diperselisihkan tersebut tidak dibenarkan pihak-pihak melakukan eksekusi dan atau kliam kepemilikan sebelum adanya keputusan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde.

"Intinya tidak bisa dieksekusi menebang sawit yang lagi produktif tanpa adanya putusan perdata dan kalau memang itu terjadi bisa ada pidana dan perdatanya pidana penyalahgunaan wewenang dan perdata. Bahkan pihak yang merasa dirugikan bisa mengajukan gugatan untuk minta ganti rugi," tandasnya.


Humas PT Nusa Wana Raya Abdul Hadi menyatakan belum menerima salinan putusan dari MA."Tapi kan yang digugat itu DLHK, buka kita. Jadi belum ada komentar,"tukasnya.

 
.:: Home | Politik | Peristiwa | Ekbis | Lingkungan | Sport | Hukum | Kesehatan | Iptek | Foto | Galeri | Index ::.
Copyright 2011-2020 RiauKita.com, All Rights Reserved | Redaksi | Info Iklan | Disclaimer Reserved Powered By www.riaukita.com