Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kampar, meminta agar hakim Pengadilan Negeri Bangkinang menolak eksepsi mantan Ketua Koperasi Sawit Makmur, Anthony Hamzah,">
Pekanbaru - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kampar, meminta agar hakim Pengadilan Negeri Bangkinang menolak eksepsi mantan Ketua Koperasi Sawit Makmur, Anthony Hamzah, terdakwa perusakan perumahan karyawan PT Langgam Harmoni.
Sebab, akibat peristiwa yang mencekam tersebut, karyawan perusahaan sawit tersebut mengalami trauma berat serta harus menanggung kerugian sebesar Rp 409 juta. Hingga saat ini, para korban masih mengalami trauma yang mendalam, terutama anak-anak dan wanita yang menjadi korban tindak pidana itu.
Dalam sidang, jaksa memohon hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Perusakan Perumahan karyawan PT Harmoni di Kampar agar memutuskan Surat Dakwaan Penuntut Umum No. Reg. Perkara : PDM - 92 / KPR / 02 / 2022 An. terdakwa Dr Anthony Hamzah MP alias Antoni bin (Alm) Hamzah Lutfi telah disusun secara cermat, jelas dan lengkap serta memenuhi syarat-syarat formal maupun materiil sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Dan karenanya Surat Dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini.
"Kemudian menyatakan eksepsi atau keberatan dari Penasehat Hukum terdakwa tidak dapat diterima dan ditolak. Selanjutnya menyatakan pemeriksaan perkara terdakwa Anthony Hamzah MP dilanjutkan," ujar JPU Kejari Kampar Satrio Aji Wibowo SH MH kepada Majelis Hakim, Kamis (31/3) di Pengadilan Negeri Bangkinang.
Satrio dalam sidang lanjutan tanggapan penuntut umum itu juga menyampaikan, eksepsi penasihat hukum terdakwa tidak mendasar, tidak jelas dan telah melampaui ruang lingkup eksepsi, karena telah menyangkut materi pokok perkara yang menjadi obyek pemeriksaan sidang pengadilan.
"Jadi setelah kami membaca dan mempelajari dengan seksama eksepsi dari tim penasehat hukum terdakwa, yang disampaikan pada persidangan hari Kamis tanggal 24 Maret 2022, maka keberatan terdakwa yang disampaikan melalui penasehat hukumnya pada poin A, B, C, D, E dan F tidak wajib dan tidak akan kami tanggapi dikarenakan eksepsi penasehat hukum terdakwa tidak mendasar dan telah melampaui ruang lingkup eksepsi," kata JPU.
Namun demikian terhadap keberatan tersebut perlu sedikit diluruskan terkait keberatan terdakwa pada poin E dan F agar tidak menjadi kesalahpahaman bagi terdakwa dan penasehat Hukum.
"Terhadap eksepsi penasihat hukum Terdakwa pada poin "E" yang menyebutkan "Berkas Perkara Yang Digunakan Berbedaā€¯ hanyalah dugaan penasehat hukum saja dikarenakan sejatinya berkas perkara yang telah dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Bangkinang oleh tim penuntut umum adalah berkas perkara yang sama dengan Berkas Perkara yang Tim Penuntut Umum terima dari Penyidik," kata JPU.
Dia melanjutkan, adapun apabila penasihat hukum merasa telah melihat perbedaan nomor dan tanggal dalam I (satu) Berkas Perkara baik dalam resume maupun sebagainya, tidak dapat serta merta mengindikasikan dan memastikan adanya perbedaan berkas perkara. Dimana sampai dengan saat ini pun baik terdakwa dan penasihat hukumnya juga tidak pernah membandingkan berkas perkara tersebut.
Sedangkan poin F yang menyebutkan "Tentang Pemanggilan Terdakwa untuk menghadap Persidangan Pada Pengadilan Negeri Bangkinang" kenyataannya telah dilaksanakan dengan menyerahkan surat panggilan tahanan untuk sidang kepada pejabat rumah tahanan yakni Anggota Kasat Tahti Polres Kampar.
"Selain itu dapat disampaikan bahwa beberapa hari sebelum sidang pertama dimulai kami telah menyerahkan salinan surat dakwaan kepada terdakwa, dimana pada saat itu juga telah disampaikan bahwa berkas perkara terdakwa telah dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Bangkinang," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Aji, sidang perkara atas diri terdakwa dalam waktu dekat akan dilaksanakan, sehingga tidak ada alasan bagi terdakwa dan penasehat hukumnya.
"Apabila tidak memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan pembelaan dirinya sebagai mana disampaikan penasehat hukum terdakwa dalam eksepsinya," tandasnya.